Fenomena Jamu dan Obat Pelancar Haid

Dalam kurun waktu 2007-2009, PKBI melaksanakan studi kualitatif berkaitan dengan fenomena jamu dan obat pelancar haid yang digunakan masyarakat sebagai alternatif penanganan Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di 7 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, dan Manado. Buku berjudul “Fenomena Jamu dan Obat Pelancar Haid” ini berupaya menampilkan hasil studi tersebut yang memfokuskan pada gambaran aspek psikososial yang melatarbelakangi penggunaan obat-obatan dan jamu-jamuan oleh informan untuk mengakhiri kehamilan dan konsekuensi yang timbul akibat penggunaannya.
Hasil studi menunjukkan beberapa alasan informan untuk mengakhiri kehamilan adalah alasan kesehatan, alasan ekonomi, alasan pekerjaan, alasan sosial, dan alasan gagal KB. Usaha-usaha yang dilakukan informan untuk mengatasi KTD antara lain :

  1. Berinisiatif untuk melakukan tindakan fisik, seperti lompat-lompat ataupun memijit-mijit perut sendiri.
  2. Berinisiatif meminum atau makan jenis makanan tertentu seperti nanas muda, soda atau soft drink yang dicampur soda, air ragi, parutan nanas yang dicampur merica.
  3. Berinisiatif meminum obat atau jamu tertentu yang dibeli di apotek tanpa resep dokter, atau langsung membeli pada tukang jamu dengan dosis berkali lipat dari dosis biasa.

Istilah “memperlancar haid” sangat familiar bagi informan. Media berperan besar lewat iklan obat/jamu tertentu yang ditujukan untuk memperlancar haid. Kondisi psikologis yang kalut setelah memahami dirinya mengalami KTD membuat perempuan tidak memiliki banyak ruang untuk menganalisis risiko akibat meminum obat/jamu tersebut. Yang menjadi tujuan saat itu adalah bagaimana menghentikan kehamilan. Secara umum informan cenderung coba-coba saat menggunakan obat/jamu. Inisiatif tersebut muncul karena persepsi yang ada di masyarakat yang meyakini penggunaan jamu pelancar haid dianggap dapat menggugurkan kandungan.

Penelitian menemukan sebagian besar informan mengalami efek fisik setelah minum obat/jamu, antara lain mual, muntah, perut panas, diare, lemas, sakit perut, sakit pinggang, perdarahan, kejang-kejang, dan pingsan. Informan mempercayai “rasa panas” sebagai sebab dan syarat untuk terjadinya peluruhan haid.

Hasil studi menunjukkan pentingnya informasi dan pendidikan bagi setiap perempuan untuk memahami proses terjadinya menstruasi. Perempuan harus segera menyadari sejak dini adanya kemungkinan kehamilan bila mereka mengalami keterlambatan haid. Perempuan dengan KTD sangat dianjurkan untuk tidak melakukan usaha sendiri yang dapat membawa mereka memasuki jalur aborsi tidak aman yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kematian.

Sebarkan

Tinggalkan komentar