SM/Hendra Setiawan : SEKOLAH PERCONTOHAN: Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Gunawan Saptogiri menandatangani dokumen pencanangan SMP22, menjadi sekolah percontohan pendidikan kesehatan produksi dan seksualitas di sekolah, Jl Raya Gunungpati, Rabu (8/8). (22)
SEMARANG-SMP 22 Semarang terpilih menjadi salah satu sekolah percontohan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas di Kota Semarang. Pencanangan itu dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Gunawan Saptogiri, Rabu (8/8).
Gunawan Saptogiri menuturkan, sejak 2017, sekolah itu telah memberikan satu paket pendidikan kesehatan reproduksi kepada siswanya melalui guru bimbingan konseling (BK) secara komprehensif. Karenanya, menjadi salah satu sekolah percontohan.
Dia menambahkan, Kota Semarang yang memiliki jumlah penduduk usia remaja (10-24 tahun) atau 27 persen dari total penduduk, punya tantangan besar untuk menjaga kesehatan reproduksi dan seksualitas.
Beberapa tantangan yang dihadapi, salah satunya HIV yang didominasi kelompok usia produktif. Data kumulatif kasus AIDS di Kota Semarang pada 2007-2017, berdasarkan usia rentan 11-30 tahun sebanyak 165 kasus. Sementara data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalduk KB Jateng menunjukkan 2.954 anak usia 6-17 tahun menjadi korban kekerasan. Sebagian di antaranya kekerasan seksual. ’’Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi penting diberikan kepada remaja. Dalam hal ini sekolah merupakan tempat yang strategis untuk memberikan edukasi,’’ tambah Gunawan Saptogiri.
Modul
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP 22, Sawukir menjelaskan, disediakan waktu khusus guru BK untuk menyampaikan materi yang terdapat pada modul ’’Semangat Dunia Remaja’’. ’’Modul ini sudah diujicobakan di beberapa provinsi. Terdiri atas 27 bab yang disampaikan sebanyak 15 kali tatap muka di kelas VII dan VIII,’’tambah Sawukir.
Adapun guru BK Kelas VII, Anita menyatakan awalnya sedikit ragu dan canggung. Pasalnya harus menyampaikan materi kepada siswa yang menyangkut isu-isu sensitif. ’’Tetapi, setelah mendapat pelatihan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengenai penyampaian materi secara interaktif, rasa canggung itu hilang,’’ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif PKBI Jateng, Elisabet S AWidyastuti mengatakan, saat ini sudah banyak lembaga yang memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja. Namun, sebagian besar masih parsial, berbentuk penyuluhan yang kadang diberikan secara massal dan temporer.
Di sisi lain, dia mengapresiasi yang dilakukan SMP 22. Sekolah ini berusaha menerapkan pendidikan kesehatan produksi yang lebih komprehensif, baik dari sisi substansi materi maupun keterhubungan dengan layanan rujukan, seperti puskesmas maupun Pusat Pelayanan Terpadu (PPT). Bila ditemukan kasus di sekolah, sudah ada mekanisme rujukan yang siap membantu. ’’Selain SMP 22 ini, juga ada SMP 28, dan SMP 29 yang menjadi sekolah percontohan. Tahun ini juga, kami bekerja sama dengan Rutgers WPF Indonesia, UGM, dan Johns Hopkins University untuk melakukan penelitian jangka panjang di tiga sekolah tersebut. Tujuannya mencari model pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang tepat,’’ tandasnya. (res,K18-22)
Sumber : https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/113143/smp-22-jadi-sekolah-percontohan