Keprihatinan Ketika “Perhatian” Itu Tak Lagi Ada

“Kok sekarang begini ya mbak jadinya ?”….. “Kenapa tidak ada lagi yang perhatian sama saya ?”
Kata-kata tersebut sekarang sering kali dikeluhkan oleh seorang nenek setelah tidak lagi mengasuh cucunya yang telah ditinggal oleh kedua orang tuanya.

Avi. Itulah nama cucunya. Usianya baru 5 tahun ketika hak asuhnya diambil oleh nenek Diah yang bertempat tinggal di Semarang Selatan. Ketika itu kondisi Avi cukup memprihatinkan karena sedang sakit-sakitan dan tidak mendapat perawatan yang memadai saat berada dalam pengasuhan nenek dari pihak ibu Avi. Avi diduga sakit pernafasan dan pencernaan. Setelah menjalani rawat inap di salah satu RS di Semarang, Avi didiagnosa mengidap virus HIV-AIDS. Semenjak itu perhatian dengan beragam bentuk termasuk donasi berupa uang mengalir cukup deras ke pundi nenek Diah.
Avi merupakan salah satu dari sekian ratus anak yang terinfeksi HIV-AIDS. Gadis kecil yang senantiasa tergolek lemah di akhir kehidupannya. Avi menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya pada usia 10 tahun, 10 Desember 2010.

Avi terlahir dari orang tua yang hidup di desa. Ibunya hanyalah seorang petani yang menggarap lahan keluarga bersama sang kakek dan nenek. Sedangkan ayah Avi adalah pekerja swasta. Masa kecil Avi dan 2 orang kakak lelakinya sangatlah bahagia. Meski hidup di desa, hampir setiap kebutuhan mereka bisa terpenuhi.

Hingga pada suatu saat, di tahun 2004, ayah Avi meninggal, dengan keluhan di bagian dada. Dan 1 tahun kemudian sang ibupun menyusul pada tahun 2005 dengan keluhan yang hampir sama yaitu sesak nafas. Setelah kepergian 2 orang tua, Avi dan kedua kakaknya diasuh oleh nenek dari sang ibu. Dan karena ingin memiliki andil mengasuh cucu, maka nenek Diah pun meluncur ke tempat tinggal Avi untuk mengajak tinggal bersama. Dimana waktu nenek Diah kesana Avi tengah mengalami sakit yang ternyata sudah cukup lama.

Sesampainya di Semarang, Avi langsung diperiksakan oleh nenek Diah dengan dibantu oleh Ibu RT setempat yang membantu mencarikan Surat Keringanan pengobatan serta perawatan, mengingat nenek Diah termasuk kurang mampu. Setelah menjalani serangkaian pemerikasaan, dari pertama Avi di diagnosa memiliki sakit Flek Paru ternyata Avi juga di vonis terinfeksi HIV-AIDS.

Keluarga hanya bisa pasrah terhadap apa yang dialami oleh Avi. Meskipun demikian tidak ada kata pantang menyerah untuk mencari obat demi menyembuhkan Avi. Berkat pertolongan Ibu RT setempat yang membantu mencari informasi mengenai HIV-AIDS dengan menghubungi Asa PKBI Jateng serta meminta kesediaan Asa untuk menjadi pendamping Avi pula akhirnya keluarga tersebut mengerti mengenai apa itu HIV. Bagaimana cara penularan, melalui media apa saja yang bisa menularkan virus itu serta bagaimana pencegahannya. Meski demikian, keluarga terutama nenek Diah, masih tidak habis pikir dari mana Avi memperoleh virus HIV tersebut. Melalui berbagai diskusi dengan para dokter yang menangani khususnya dengan Dr. Hapsari, SpA, nenek Diah mulai mengerti dari mana virus itu berasal.

Cerita di atas menggambarkan kisah dari seorang anak yang terinfeksi virus HIV. Avi di ketahui terinfeksi melalui pemeriksaan darah ketika melakukan rawat inap di Rumah Sakit pemerintah di Kota Semarang dengan keluhan sesak nafas. Waktu itu Avi masih berusia 6 tahun. Dengan menggunakan asas praduga tak bersalah, dokter menelusuri asal usul riwayat klien memperoleh virus HIV. Dengan latar belakang kedua orang tua meninggal dengan ciri keluhan paru dan berat badan menurun, hal tersebut merupakan salah satu hal yang disebabkan oleh akibat kekebalan tubuh yang menurun.

Seperti kita ketahui , HIV-AIDS bisa menyerang siapa saja. Dari anak-anak hingga orang dewasa dengan berbagai cara penularan. Dari melalui hubungan sex yang tidak aman, transfusi darah, pemakaian jarum suntik bergantian, serta ibu ke janin yang dikandungnya / disusuinya. Meski demikian sangat mudah kok untuk mencegahnya supaya virus tidak mampir ke tubuh kita, yaitu dengan tidak melakukan hubungan sex sebelum menikah, setia dengan pasangan, menggunakan kondom dan melakukan edukasi dengan benar.

Nah untuk ibu yang tengah hamil (terutama yang memiliki resiko tinggi tertular HIV ) dan tidak ingin anaknya mengalami nasib serupa dengan Iva, ada baiknya bila ibu hamil sesegera mungkin melakukan VCT. Dengan VCT, dapat diketahui secara dini apakah seseorang tersebut terinfeksi HIV atau tidak. Bila nanti ternyata hasilnya positif, akan ada program pencegahan penularan ibu ke anak yang dikandungnya atau lebih dikenal dengan PMTCT (Prevention To Mother To Child Transmision). Dengan program tersebut seorang ibu yang terinfeksi HIV akan melakukan serangkaian program untuk mencegah tertularnya HIV ke janin yang dikandungnya, yaitu dengan ARV profilaksis pada usia kandungan 7 bulan, saat melahirkan dibantu dengan cesar dan menyusui dengan ASi eksklusif selama 3 bulan atau susu formula tanpa ASI.
(Esti Budi Utami, S.Psi)

Sebarkan

Tinggalkan komentar