Sabtu (17/9), Direktur Eksekutif PKBI Jateng Elisabet SA. Widyastuti, SKM. MKes, berkesempatan untuk memaparkan Hak Reproduksi dan Seksual Remaja pada acara Seminar Nasional Pencegahan Seks Bebas Remaja yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa D III Kebidanan, Purwokerto Politeknik dan Kesehatan Kemenkes Semarang. Tema yang diusung oleh penyelenggara adalah “Peran Orang Tua, Pendidik, Tenaga Kesehatan & Masyarakat dalam Mencegah Maraknya Seks Bebas Pada Remaja dan Resiko Kesehatan Reproduksi”.
Bertempat di Aula D III Kebidanan, Jalan Raya Baturaden Km 12 Purwokerto, sebanyak 500-an peserta yang terdiri dari mahasiswa, tenaga kesehatan, guru dan masyarakat turut ambil bagian pada acara tersebut. Direktur PKBI Jateng yang akrab dipanggil Lisa, menyampaikan bahwa Remaja Merupakan masa peralihan dari kanak–kanak menuju dewasa (10–24 tahun), pada masa itu terjadi perubahan pada fisik dan psikis secara cepat. Ketidakseimbangan perubahan fisik dan psikis mengakibatkan sebagian remaja rentan melakukan perilaku berisiko.
Berdasarkan fakta di lapangan bahwa tingkat pengetahuan komprehensif remaja mengenai HIV dan AIDS kurang dari 20%; Sementara 52,5% pengidap AIDS berusia di bawah 30 tahun (KPA,2015). Sulitnya akses layanan ramah remaja (remaja lebih sensitif jika harus konsultasi kesehatan reproduksi ke poli/klinik umum). Remaja menikah pada usia 15-19 tahun sebesar 12,6%, yang terdiri dari 6,9 juta anak perempuan dan 28 ribu anak laki-laki (SDKI,2012), dan masih ada kasus aborsi di lingkungan remaja yang diklaim cukup tinggi.
Data di lapangan menjadi berarti ketika remaja mencari informasi tentang kespro dan seksual pada media yang kebenarannya diragukan. Lisa memaparkan bahwa remaja menggunakan media sosial online untuk mendapatkan informasi tersebut. Baik melalui facebook, twitter, website dan blog maupun media sosial lainnya. Sementara informasi yang disediakan di media online tersebut belum tentu terjamin kebenarannya.
Selain Direktur PKBI Jateng, terdapat tiga pembicara lain yang menjadi nara sumber seminar tersebut, masing-masing dr. Sutrisno, SpOG (RSU Margono Soekardjo) yang menyampaikan Risiko seks bebas terhadap kesehatan; DR. Ugung Dwi Ario Wibowo, Msi Psikolog (Unsoed) menyampaikan Risiko Seks Bebas dari Aspek Psikologi dan Fajar, S.Kep.Ns.MM dari Dinas Kesehatan yang menyampaikan peran bidan dalam menanggapi persoalan remaja.
Beberapa pertanyaan peserta yang diajukan kepada Lisa, diantaranya: apa peran PKBI dalam menanggapi keadaan remaja seperti itu?, Gendis dari Akademi Kesehatan Mardi Waluyo menanyakan bagaimana ketika remaja mengalami KTD, apakah ada tempat untuk mereka? dan Yeni dari D3 Kebidanan Purwokerto menanyakan bagaimana bila ada remaja yang kecanduan mengakses seks bebas di media, apa yang mesti dilakukan?
Disampaikan oleh Lisa, bahwa peran PKBI adalah memperjuangkan agar hak dan kesehatan seksual dan reproduksi itu dapat dinikmati oleh semua insan, termasuk didalamnya para remaja. Meski sudah 58 tahun sejak PKBI berdiri perjuangan itu belumlah tuntas. Selain itu langkah-langkah yang dilakukan PKBI adalah melakukan edukasi dan pendampingan secara terus menerus serta melakukan advokasi kepada penentu kebijakan. Namun ketika remaja sudah terlanjur mengalami KTD, maka bantuan yang ditawarkan PKBI adalah konseling, pendampingan, layanan dan serta rujukan apabila membutuhkan layanan lanjut seperti shelter. Shelter adalah rumah aman, dimana perempuan dapat melanjutkan kehamilan dan persalinan tanpa perlu diketahui oleh lingkungannya yang bisa jadi kurang mendukung.*** Antonius juang saksono