“Pak @ganjarpranowo dampingan kami, 55 ank tdk pny akta kelahiran (NIK) dari 30 ibu yg tdk punya identitas lengkap”
Demikian kicauan PKBI Jawa Tengah kepada Pak Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 13/4/2015 jam 08.35 WIB melalui akun tweeter @PKBIJateng. Kicauan tersebut juga dilengkapi dengan data kepemilikan identitas orang tua anak seperti KK, KTP dan akta nikah. Dalam kicauan selanjutnya juga ditulis tentang dampaknya ketika anak tidak mempunyai akte kelahiran serta upaya-upaya yang sudah dilakukan PKBI Jateng untuk membantu anak-anak mendapatkan haknya.
Satu jam setelah kicauan tersebut di posting, ada jawaban dari Pak Gubernur yang memerintahkan kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan pengecekan. “Dicek Sgr @disnaker_jtg à@pkbijateng 55 ank tdk pny akte kelahiran (NIK)…” tulisnya. Perintah Pak Gubernur tersebut kemudian dijawab oleh @dukcapil_jateng tanggal 13/4 yang intinya akan segera mendiskusikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan betul, pada tanggal 14/4 petugas dari Disdukcapil Jawa Tengah datang ke PKBI Jawa Tengah untuk melakukan pengecekan dan koordinasi terkait 55 anak Johar yang tidak punya identitas.
Berdasarkan data-data yang diberikan PKBI Jateng, maka pada Jumat 17/4 Disnakertransduk Jateng mengundang PKBI Jawa Tengah beserta instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan Prov Jateng, Dinas Sosial Prov Jateng, BP3AKB Prov Jateng, Disdukcapil Kota Semarang, Dinas Sosial Kota Semarang, dan Lurah Kauman pemangku wilayah Pasar Johar.
Pertemuan yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, menghasilkan beberapa alternatif solusi yang cukup menggembirakan, yaitu : 1) PKBI Jawa Tengah diminta segera melengkapi data-data yang dibutuhkan. 2) Bagi warga yang belum pernah punya identitas akan dibuatkan surat keterangan dari Kelurahan Kauman dan akan dicatat sebagai Warga Kota Semarang. 3) Bagi warga dari luar Kota Semarang yang kartu identitasnya sudah tidak berlaku atau akan mengurus pindah ke Kota Semarang, akan dibantu oleh Disdukcapil Prov Jateng. Semua itu untuk dapat mengurus akte kelahiran.
Pada titik ini, kami merasa senang dan memberikan apresiasi atas respon cepat pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhadap keluhan warga. Hal ini tidak lepas dari komitmen Gubernur Jawa Tengah yang memanfaatkan teknologi dan media komunikasi untuk membuka ruang yang luas bagi warganya guna menyampaikan keluhannya. Meskipun dalam hal ini, usaha kami dalam membantu mendapatkan akte kelahiran belum usah, dan masih terus dikawal realisasinya.
Ada apa dengan anak-anak di Pasar Johar?
Di Pasar Johar, pasar tradisional terbesar di Kota Semarang, banyak anak-anak yang tinggal disana dalam kondisi miskin dan seadanya. Mereka bersama orang tuanya tidak mempunyai domisili yang tetap. Ada yang tinggal di bangunan parkiran Yaik, di emper pertokoan, atau di tempat mereka kalau siang menggelar dagangan. Sebagian orang tuaya berjualan di pasar atau sebagai buruh pengupas bawang, buruh angkut dan bahkan pengangguran. Mereka berasal dari daerah lain di seputar Semarang, namun ada pula yang secara turun temurun memang tinggal di pasar Johar.
Terdapat lebih dari 100 anak yang tinggal disana, dengan usia bervariasi antara bayi hingga 18 tahun. Sebagian masih sekolah, banyak pula yang drop out, tidak melanjutkan sekolah dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya termasuk alasan tidak punya biaya. Di siang hari sebagian anak-anak mengamen di jalan, berjualan Koran, atau hanya thongkrong.
Sejak tahun 2010, PKBI Jawa Tengah melalui program Rumah Pintar BangJo melakukan pendampingan kepada anak-anak di Pasar Johar. Berbagai kegiatan untuk pemenuhan hak anak di bidang kesehatan dan pendidikan dilaksanakan di sana oleh para relawan dan mahasiswa. Diantaranya: perpustakaan, belajar dan bermain bersama, menari, olah raga sepak bola, membuat handycraft, pelayanan kesehatan dan posyandu serta beberapa kali melakukan pementasan. Saat ini Rumpin BangJo juga membantu menyalurkan bantuan dari Kemensos kepada 36 anak, masing-masing sebesar satu juta rupiah.
Persoalan identitas
Selama melakukan pendampingan, Rumpin BangJo sering dihadapkan pada persoalan yang akarnya pada identitas anak. Misalnya, sebagian besar anak-anak tidak dapat masuk sekolah negri karena tidak memiliki akte kelahiran. Akses beasiswa terhambat karena persoalan yang sama. Ada seorang ibu yang enggan menyekolahkan anaknya karena belum mepunyai akte kelahiran. Termasuk dalam penyaluran dana dari Kemensos, harus melalui rekening anak. Persoalan baru terjadi karena anak maupun orang tuanya tidak mempunyai identitas sehingga tidak bisa membuka rekening bank. Lebih jauh lagi, terkait dengan akses BPJS. Bisa dipastikan bahwa seluruh dampingan Rumpin BangJo belum ada yang mempunyai kartu BPJS. Sehingga mereka tidak mempunyai jaminan kesehatan.
Hasil pendataan Rumpin BangJo kepada 75 dampingannya, ditemukan 55 anak yang tidak mempunyai akte kelahiran maupun NIK (nomor induk kependudukan), mereka berasal dari 30 ibu. Setelah ditelusur, para ibu ini pun juga banyak yang tidak mempunyai KTP, KK dan Surat nikah yang merupakan prasarat untuk pembuatan akte kelahiran. Berbagai alasan mengapa mereka tidak punya kartu identitas. Ada yang sudah lama meninggalkan daerah asal dan tidak mempunyai biaya untuk mengurus surat pindah. Di sita satpol PP, kebakaran dan sudah tidak berlaku. Ada pula yang turun temurun tinggal di pasar dan semua keluarganya tidak punya identitas.
Atas dasar itu, dan menyadari bahwa akte kelahiran adalah salah satu hak anak yang wajib dipenuhi, maka PKBI Jawa Tengah pada tanggal 31/3 mengundang Disdukcapil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kemenag serta Lurah Kauman untuk mencari solusi. Namun saat itu mengalami kebuntuan. Sehingga akhirnya kami berupaya untuk meminta bantuan dengan memposting kicauan ke @ganjarpranowo. Semoga semua upaya ini dapat berhasil, dan anak-anak di Pasar Johar dapat memperoleh haknya.
*Elisabet S.A Widyastuti, MKes. Direktur Eksekutif PKBI Daerah Jawa Tengah.